Dilain cerita ada seorang yang dimusuhi temannya karena memutuskan untuk tidak menjadi lesbian dan berusaha menjadi muslimah yang baik, bahkan ada kisah lain seseorang yang akhirnya bermusuhan hanya karena berbeda dalam memilih partai, berbeda pendapat dalam masalah organisasi, dalam bidang cabang-cabang agama (furu’iyah) seperti masalah qunut, doa bersama, tahlilan dll
Masih banyak lagi cerita tentang putusnya persahabatan yang sudah terjalin bertahun-tahun hanya karena masalah sepele. Yang masalah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan pahala menjalin persahabatan dan dosa memutuskan persahabatan.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Maukah aku tunjukkan pada kalian tentang sesuatu yang derajatnya lebih utama daripada sholat, puasa, sedekah?”
Para sahabat: ‘Mau, wahai Rasulullah!’
Beliau saw: “perbaiki pergaulan, karena rusaknya hubungan baik berarti mencukur, aku tidak mengatakan mencukur rambut, tapi mencukur AGAMA”
(HR At-Tirmidzi)
“Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.”
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.”
(HR. Muslim)
“Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.”
(HR. Muslim dan Tirmidzi).
Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Perbanyaklah Sahabat-sahabat mu'minmu, karena mereka memiliki Syafa'at pd hari kiamat”.
Imam syafi'i berkata
“Jika engkau punya teman - yg selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah- maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karna mencari teman -baik- itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali”
Lalu bagaimana kriteria sahabat yang baik tersebut ?
Para ulama menjelaskan tentang sahabat yang baik adalah seperti ini :
Lukman alhakim menasihati anaknya:
1. Wahai anakku setelah kau mendapatkan keimanan pada Allah, maka carilah teman yg baik dan tulus..
2. Perumpamaan teman yg baik seperti “pohon” jika kau duduk di bawahnya dia dpt menaungimu, jika kau mengambil buahnya dpt kau makan..
Jika ia tak bermanfaat utk mu ia juga tak akan membahayakan-mu..
Ulama lain mengatakan :
1. Seorang sahabat adalah orang yang tidak ingin dirimu menderita, akan terus memberimu semangat ketika engkau sedang terpuruk.
2. Tidak ikut mencaci ketika orang lain mencacimu
Menurut Imam al-Ghazali ada dua belas kriteria sahabat :
1. Jika kau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu.
2. Jika engkau merapatkan ikatan persahabatan dengannya, maka ia akan membalas balik persahabatanmu itu.
3. Jika engkau memerlukan pertolongan darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya.
4. Jika kau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambut dengan baik.
5. Jika ia memproleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu.
6. Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik dari dirimu, maka akan berupaya menutupinya.
7. Jika engkau meminta sesuatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh.
8. Jika engkau berdiam diri (karena malu untuk meminta), maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi.
9. Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu untuk meringankan kesusahanmu itu.
10. Jika engkau berkata benar kepadanya, niscaya ia akan membenarkanmu.
11. Jika engkau merencanakan sesuatu kebaikan, maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu.
12. Jika kamu berdua sedang berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah untuk menjaga
Manusia
adalah makhlus sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri,
tapi dia hidup secara bersama atau bermasyarakat. Mengapa demikian,
karena manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan dan urusanya sendiri,
sehebat dan setangguh apapun manusia, pasti memerlukan uluran bantuan
orang lain, ketika manusia sakit, dia membutuhkan dokter untuk membantu
mengobatinya, ketika manusia ingin belajar, dia membutuhkan seorang
pembimbing (guru) untuk mengajarinya, dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, interaksi (bergaul) sesama manusia sangat diperlukan agar terjalin
hubungan yang harmonis diantara mereka, sekalipun demikian aspek bergaul
yaitu memilih teman benar-benar harus diperhatikan, karena sekali salah
dalam menentukan pillhan, maka akibatnya pun akan fatal.
Islam sebagai agama yang sempurna dan
menyeluruh telah mengatur bagaimana adab-adab serta batasan-batasan
dalam pergaulan. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Dampak buruk akan menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman-teman
yang berprilaku buruk, sebaliknya manfaat yang besar akan didapatkan
dengan bergaul dengan teman yang memiliki perangai baik.
Mengenai dampak pergaulan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ
إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى عَنْ
أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ
الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ
يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ
ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Telah menceritakan kepadaku Mūsa
bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, telah
menceritakan kepada kami Abû Burdah bin Abdullah dia berkata : Aku
mendengar Abû Burdah bin Abi Mûsa dari ayahnya ra berkata, Rasulullah
saw bersabda :Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak
wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli
minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya)
mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari )
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya (4/2026), terdapat pula dalam Shahih Ibnu Hibban (2/320) dan terdapat dalam kitab Kanzul amal fî sunan al-Aqwal wa al-Af’al
(9/44). Menurut Su’aib al-Arnauth sanad hadis ini Shahih berdasarkan
kriteria Bukhari dan Muslim, Nashiruddin al-Albani juga mengatakan bahwa
hadis ini tergolong hadis Shahih sehingga bisa dijadikan hujjah (Silsilah al-Ahadis ash-Shohihah 7/26)
Mengenai makna hadis ini, Ibnu Hajar
Al Asqalani mengatakan : “Hadits ini menunjukkan larangan berteman
dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits
ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat
memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bāri 4/324).
Abu Hatim ar-Raziy juga berkomentar , bahwa hadis ini adalah dalil untuk
memilih teman yang baik dalam hal yang berkaitan dengan agama. Menurut
Imam an-Nawawiy Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan
teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap
wara’, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang
yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela
lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227). Dari makna hadis dan komentar
para ulama’ diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam sangat
menganjurkan kita untuk selektif dalam memilih teman bergaul dan lebih
menekankan untuk memilih teman yang memberikan dampak positif dan
manfaat bagi agama maupun dunia.
Perilaku seseorang bisa dilihat dari temannya
Salah satu alat ukur yang bisa digunakan untuk menjast (memastikan) baik dan buruk perilaku seseorang adalah dari teman bergaulnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُورَكٍ رَحِمَهُ اللهُ , ثنا عَبْدُ اللهِ
بْنُ جَعْفَرٍ الْأَصْبَهَانِيُّ , ثنا يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ , ثنا أَبُو
دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ , ثنا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ , أَخْبَرَنِي
مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” الْمَرْءُ عَلَى دِينِ
خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ “
“Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakr Muhammad bin Hasan bin Fûrak ra, telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Ja’far al-Asbahaniy, telah menceritakan kepada kami
Yûnus bin Jayyib, telah mencertikan kepada kami Abu Dāwud ath-Thoyalisi,
telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad, telah mengkhabarkan
kepadaku Mûsa bin Wardān dari Abî Hurairah berkata : Rasulullah saw
bersabda “Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. at-Turmudzi)
Hadis ini juga disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (12/44) nomor. 8990. Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad (4/299), terdapat pula dalam Mu’jam Ibnu Asākir (2/241). Imam Turmudzi menilai hadis ini adalah hadis hasan gharib, an-Nawawiy memberikan komentar bahwa sanad hadis ini shahih, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Misykātul Mashabih. 3/87). Menurut Ibnu Taimiyah hadis ini tergolong hadis hasan sehingga bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,55).
Sabda Rasulullah saw di atas memperkuat anjuran pentingnya menentukan
teman bergaul Oleh karena selektif dalam memilih teman sangat dibutuhkan
dalam hal ini agar hal-hal yang tidak diinginkan dan penyesalan di masa
depan tidak akan terjadi. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt :
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ
عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً لَقَدْ
أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِلْإِنسَانِ خَذُولاً
“ Dan ingatlah ketika orang-orang
zalim menggigit kedua tanganya seraya berkata : “Aduhai kiranya aku dulu
mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu
aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al Qur’an sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku.
Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (Al Furqan:27-29)
Ayat ini menjadi gambaran dan renungan
yang jelas bagi diri kita, betapa tidak bergunanya penyesalan di
akhirat, hanya karena salah dalam memilih teman bergaul.
Akhlak yang mulia adalah ukuran keimanan
Ketika kita hendak memilih seseorang
menjadi teman kita, secara umum, kita harus memilih teman yang
benar-benar memberikan manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat –
sebagaimana perkataan Ibnu Hajr dan an-Nawawiy- , terlepas dari keumuman
hal tersebut ada kriteria penting (urgen) yang harus dimiliki
teman tersebut, yaitu akhlak yang terpuji (mulia) karena akhak adalah
cerminan dan tolak ukur keimanan seseorang, secara dhahir (eksplisit)
keimanan seseorang dapat dilihat dari akhlak (tabi’at)nya dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Rasulullah
saw menegaskan hal ini dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-: « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا ».
Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin Hambal, telah menceritakan kepada kami yahya bin Sa’id dari
Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari abu Hurairah berkata : Rasulullah
saw bersabda : ” Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang
mu’min yang paling baik akhlaknya diantara mereka” ( HR. Imam Ahmad )
Hadis ini juga diriwayatkan ole hath-Thahawiy dalam Syarhu Musykil Atsar (11/260), al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (1/128), Sunan al-Kubra (10/192), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (4/356), Abu Dāwud dalam Sunannya (4/354), at-Turmudzi dalam Sunannya (3/466), ad-Dārimiy dalam Sunannya (2/415) dan Ibnu Hibban dalam Shohihnya (2/227). Menurut Syu’aib al-Arnauth dalam Shahih Ibnu Hibban sanad hadis ini hasan, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Silsilah ash-Shohihah . 2/378) dan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini memenuhi standar shahih jadi bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,132).
Jika dilihat dari sudut sejarah,
ternyata salah satu faktor diutusnya Rasulullah saw adalah berkenaan
dengan masalah akhlak, yang ketika itu penduduk (masyarakat) Arab
memiliki perangai (akhlak) yang buruk, bahkan bisa dikatakan bejat tak
bermoral, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حُكَيمٍ عَنْ أَبِي
صَالِحٍ عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ.
“Telah menceritakan kepada kami
Sa’id bin Mansûr berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin
Muhammad dari Muhammad bin ‘Ajlan dari al-Qa’qai bin Hukaim dari Abi
Shālih dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah saw bersadda :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR. Ahmad dan ditashih oleh Baihaqi menurut syarat Muslim).
Kesimpulan
Inti (natijah) dari semua apa
yang telah dipaparkan diatas adalah anjuran untuk selektif dalam memilih
teman bergaul, karena besarnya efek dari pergaulan itu, jika salah
dalam memilih, maka fatal pula akibatnya dan penyesalan tiada gunanya,
oleh karena itu Islam sangat menganjurkan kita untuk selektif dalam
memilih teman, sebisa mungkin pilihlah teman yang banyak memberikan
manfaat dari pada teman yang memberikan madharat (keburukan).
Karena orang yang memiliki sifat buruk dapat mendatangkan bahaya bagi
orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan dari segala
aspek bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum
yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak
orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik
mereka sadari maupun tidak.
Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
- See more at: http://persada.uad.ac.id/jangan-salah-pilih-teman.asp#sthash.Uh3Ts2L7.dpuf
Manusia
adalah makhlus sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri,
tapi dia hidup secara bersama atau bermasyarakat. Mengapa demikian,
karena manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan dan urusanya sendiri,
sehebat dan setangguh apapun manusia, pasti memerlukan uluran bantuan
orang lain, ketika manusia sakit, dia membutuhkan dokter untuk membantu
mengobatinya, ketika manusia ingin belajar, dia membutuhkan seorang
pembimbing (guru) untuk mengajarinya, dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, interaksi (bergaul) sesama manusia sangat diperlukan agar terjalin
hubungan yang harmonis diantara mereka, sekalipun demikian aspek bergaul
yaitu memilih teman benar-benar harus diperhatikan, karena sekali salah
dalam menentukan pillhan, maka akibatnya pun akan fatal.
Islam sebagai agama yang sempurna dan
menyeluruh telah mengatur bagaimana adab-adab serta batasan-batasan
dalam pergaulan. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Dampak buruk akan menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman-teman
yang berprilaku buruk, sebaliknya manfaat yang besar akan didapatkan
dengan bergaul dengan teman yang memiliki perangai baik.
Mengenai dampak pergaulan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ
إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى عَنْ
أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ
الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ
يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ
ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Telah menceritakan kepadaku Mūsa
bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, telah
menceritakan kepada kami Abû Burdah bin Abdullah dia berkata : Aku
mendengar Abû Burdah bin Abi Mûsa dari ayahnya ra berkata, Rasulullah
saw bersabda :Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak
wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli
minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya)
mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari )
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya (4/2026), terdapat pula dalam Shahih Ibnu Hibban (2/320) dan terdapat dalam kitab Kanzul amal fî sunan al-Aqwal wa al-Af’al
(9/44). Menurut Su’aib al-Arnauth sanad hadis ini Shahih berdasarkan
kriteria Bukhari dan Muslim, Nashiruddin al-Albani juga mengatakan bahwa
hadis ini tergolong hadis Shahih sehingga bisa dijadikan hujjah (Silsilah al-Ahadis ash-Shohihah 7/26)
Mengenai makna hadis ini, Ibnu Hajar
Al Asqalani mengatakan : “Hadits ini menunjukkan larangan berteman
dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits
ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat
memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bāri 4/324).
Abu Hatim ar-Raziy juga berkomentar , bahwa hadis ini adalah dalil untuk
memilih teman yang baik dalam hal yang berkaitan dengan agama. Menurut
Imam an-Nawawiy Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan
teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap
wara’, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang
yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela
lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227). Dari makna hadis dan komentar
para ulama’ diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam sangat
menganjurkan kita untuk selektif dalam memilih teman bergaul dan lebih
menekankan untuk memilih teman yang memberikan dampak positif dan
manfaat bagi agama maupun dunia.
Perilaku seseorang bisa dilihat dari temannya
Salah satu alat ukur yang bisa digunakan untuk menjast (memastikan) baik dan buruk perilaku seseorang adalah dari teman bergaulnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُورَكٍ رَحِمَهُ اللهُ , ثنا عَبْدُ اللهِ
بْنُ جَعْفَرٍ الْأَصْبَهَانِيُّ , ثنا يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ , ثنا أَبُو
دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ , ثنا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ , أَخْبَرَنِي
مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” الْمَرْءُ عَلَى دِينِ
خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ “
“Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakr Muhammad bin Hasan bin Fûrak ra, telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Ja’far al-Asbahaniy, telah menceritakan kepada kami
Yûnus bin Jayyib, telah mencertikan kepada kami Abu Dāwud ath-Thoyalisi,
telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad, telah mengkhabarkan
kepadaku Mûsa bin Wardān dari Abî Hurairah berkata : Rasulullah saw
bersabda “Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. at-Turmudzi)
Hadis ini juga disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (12/44) nomor. 8990. Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad (4/299), terdapat pula dalam Mu’jam Ibnu Asākir (2/241). Imam Turmudzi menilai hadis ini adalah hadis hasan gharib, an-Nawawiy memberikan komentar bahwa sanad hadis ini shahih, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Misykātul Mashabih. 3/87). Menurut Ibnu Taimiyah hadis ini tergolong hadis hasan sehingga bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,55).
Sabda Rasulullah saw di atas memperkuat anjuran pentingnya menentukan
teman bergaul Oleh karena selektif dalam memilih teman sangat dibutuhkan
dalam hal ini agar hal-hal yang tidak diinginkan dan penyesalan di masa
depan tidak akan terjadi. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt :
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ
عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً لَقَدْ
أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِلْإِنسَانِ خَذُولاً
“ Dan ingatlah ketika orang-orang
zalim menggigit kedua tanganya seraya berkata : “Aduhai kiranya aku dulu
mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu
aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al Qur’an sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku.
Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (Al Furqan:27-29)
Ayat ini menjadi gambaran dan renungan
yang jelas bagi diri kita, betapa tidak bergunanya penyesalan di
akhirat, hanya karena salah dalam memilih teman bergaul.
Akhlak yang mulia adalah ukuran keimanan
Ketika kita hendak memilih seseorang
menjadi teman kita, secara umum, kita harus memilih teman yang
benar-benar memberikan manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat –
sebagaimana perkataan Ibnu Hajr dan an-Nawawiy- , terlepas dari keumuman
hal tersebut ada kriteria penting (urgen) yang harus dimiliki
teman tersebut, yaitu akhlak yang terpuji (mulia) karena akhak adalah
cerminan dan tolak ukur keimanan seseorang, secara dhahir (eksplisit)
keimanan seseorang dapat dilihat dari akhlak (tabi’at)nya dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Rasulullah
saw menegaskan hal ini dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-: « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا ».
Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin Hambal, telah menceritakan kepada kami yahya bin Sa’id dari
Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari abu Hurairah berkata : Rasulullah
saw bersabda : ” Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang
mu’min yang paling baik akhlaknya diantara mereka” ( HR. Imam Ahmad )
Hadis ini juga diriwayatkan ole hath-Thahawiy dalam Syarhu Musykil Atsar (11/260), al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (1/128), Sunan al-Kubra (10/192), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (4/356), Abu Dāwud dalam Sunannya (4/354), at-Turmudzi dalam Sunannya (3/466), ad-Dārimiy dalam Sunannya (2/415) dan Ibnu Hibban dalam Shohihnya (2/227). Menurut Syu’aib al-Arnauth dalam Shahih Ibnu Hibban sanad hadis ini hasan, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Silsilah ash-Shohihah . 2/378) dan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini memenuhi standar shahih jadi bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,132).
Jika dilihat dari sudut sejarah,
ternyata salah satu faktor diutusnya Rasulullah saw adalah berkenaan
dengan masalah akhlak, yang ketika itu penduduk (masyarakat) Arab
memiliki perangai (akhlak) yang buruk, bahkan bisa dikatakan bejat tak
bermoral, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حُكَيمٍ عَنْ أَبِي
صَالِحٍ عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ.
“Telah menceritakan kepada kami
Sa’id bin Mansûr berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin
Muhammad dari Muhammad bin ‘Ajlan dari al-Qa’qai bin Hukaim dari Abi
Shālih dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah saw bersadda :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR. Ahmad dan ditashih oleh Baihaqi menurut syarat Muslim).
Kesimpulan
Inti (natijah) dari semua apa
yang telah dipaparkan diatas adalah anjuran untuk selektif dalam memilih
teman bergaul, karena besarnya efek dari pergaulan itu, jika salah
dalam memilih, maka fatal pula akibatnya dan penyesalan tiada gunanya,
oleh karena itu Islam sangat menganjurkan kita untuk selektif dalam
memilih teman, sebisa mungkin pilihlah teman yang banyak memberikan
manfaat dari pada teman yang memberikan madharat (keburukan).
Karena orang yang memiliki sifat buruk dapat mendatangkan bahaya bagi
orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan dari segala
aspek bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum
yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak
orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik
mereka sadari maupun tidak.
Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
- See more at: http://persada.uad.ac.id/jangan-salah-pilih-teman.asp#sthash.Uh3Ts2L7.dpuf
Manusia
adalah makhlus sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri,
tapi dia hidup secara bersama atau bermasyarakat. Mengapa demikian,
karena manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan dan urusanya sendiri,
sehebat dan setangguh apapun manusia, pasti memerlukan uluran bantuan
orang lain, ketika manusia sakit, dia membutuhkan dokter untuk membantu
mengobatinya, ketika manusia ingin belajar, dia membutuhkan seorang
pembimbing (guru) untuk mengajarinya, dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, interaksi (bergaul) sesama manusia sangat diperlukan agar terjalin
hubungan yang harmonis diantara mereka, sekalipun demikian aspek bergaul
yaitu memilih teman benar-benar harus diperhatikan, karena sekali salah
dalam menentukan pillhan, maka akibatnya pun akan fatal.
Islam sebagai agama yang sempurna dan
menyeluruh telah mengatur bagaimana adab-adab serta batasan-batasan
dalam pergaulan. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Dampak buruk akan menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman-teman
yang berprilaku buruk, sebaliknya manfaat yang besar akan didapatkan
dengan bergaul dengan teman yang memiliki perangai baik.
Mengenai dampak pergaulan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ
إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى عَنْ
أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ
الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ
يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ
ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Telah menceritakan kepadaku Mūsa
bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, telah
menceritakan kepada kami Abû Burdah bin Abdullah dia berkata : Aku
mendengar Abû Burdah bin Abi Mûsa dari ayahnya ra berkata, Rasulullah
saw bersabda :Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak
wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli
minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya)
mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari )
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya (4/2026), terdapat pula dalam Shahih Ibnu Hibban (2/320) dan terdapat dalam kitab Kanzul amal fî sunan al-Aqwal wa al-Af’al
(9/44). Menurut Su’aib al-Arnauth sanad hadis ini Shahih berdasarkan
kriteria Bukhari dan Muslim, Nashiruddin al-Albani juga mengatakan bahwa
hadis ini tergolong hadis Shahih sehingga bisa dijadikan hujjah (Silsilah al-Ahadis ash-Shohihah 7/26)
Mengenai makna hadis ini, Ibnu Hajar
Al Asqalani mengatakan : “Hadits ini menunjukkan larangan berteman
dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits
ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat
memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bāri 4/324).
Abu Hatim ar-Raziy juga berkomentar , bahwa hadis ini adalah dalil untuk
memilih teman yang baik dalam hal yang berkaitan dengan agama. Menurut
Imam an-Nawawiy Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan
teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap
wara’, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang
yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela
lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227). Dari makna hadis dan komentar
para ulama’ diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam sangat
menganjurkan kita untuk selektif dalam memilih teman bergaul dan lebih
menekankan untuk memilih teman yang memberikan dampak positif dan
manfaat bagi agama maupun dunia.
Perilaku seseorang bisa dilihat dari temannya
Salah satu alat ukur yang bisa digunakan untuk menjast (memastikan) baik dan buruk perilaku seseorang adalah dari teman bergaulnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُورَكٍ رَحِمَهُ اللهُ , ثنا عَبْدُ اللهِ
بْنُ جَعْفَرٍ الْأَصْبَهَانِيُّ , ثنا يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ , ثنا أَبُو
دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ , ثنا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ , أَخْبَرَنِي
مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” الْمَرْءُ عَلَى دِينِ
خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ “
“Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakr Muhammad bin Hasan bin Fûrak ra, telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Ja’far al-Asbahaniy, telah menceritakan kepada kami
Yûnus bin Jayyib, telah mencertikan kepada kami Abu Dāwud ath-Thoyalisi,
telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad, telah mengkhabarkan
kepadaku Mûsa bin Wardān dari Abî Hurairah berkata : Rasulullah saw
bersabda “Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. at-Turmudzi)
Hadis ini juga disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (12/44) nomor. 8990. Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad (4/299), terdapat pula dalam Mu’jam Ibnu Asākir (2/241). Imam Turmudzi menilai hadis ini adalah hadis hasan gharib, an-Nawawiy memberikan komentar bahwa sanad hadis ini shahih, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Misykātul Mashabih. 3/87). Menurut Ibnu Taimiyah hadis ini tergolong hadis hasan sehingga bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,55).
Sabda Rasulullah saw di atas memperkuat anjuran pentingnya menentukan
teman bergaul Oleh karena selektif dalam memilih teman sangat dibutuhkan
dalam hal ini agar hal-hal yang tidak diinginkan dan penyesalan di masa
depan tidak akan terjadi. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt :
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ
عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً لَقَدْ
أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِلْإِنسَانِ خَذُولاً
“ Dan ingatlah ketika orang-orang
zalim menggigit kedua tanganya seraya berkata : “Aduhai kiranya aku dulu
mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu
aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al Qur’an sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku.
Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (Al Furqan:27-29)
Ayat ini menjadi gambaran dan renungan
yang jelas bagi diri kita, betapa tidak bergunanya penyesalan di
akhirat, hanya karena salah dalam memilih teman bergaul.
Akhlak yang mulia adalah ukuran keimanan
Ketika kita hendak memilih seseorang
menjadi teman kita, secara umum, kita harus memilih teman yang
benar-benar memberikan manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat –
sebagaimana perkataan Ibnu Hajr dan an-Nawawiy- , terlepas dari keumuman
hal tersebut ada kriteria penting (urgen) yang harus dimiliki
teman tersebut, yaitu akhlak yang terpuji (mulia) karena akhak adalah
cerminan dan tolak ukur keimanan seseorang, secara dhahir (eksplisit)
keimanan seseorang dapat dilihat dari akhlak (tabi’at)nya dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Rasulullah
saw menegaskan hal ini dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-: « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا ».
Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin Hambal, telah menceritakan kepada kami yahya bin Sa’id dari
Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari abu Hurairah berkata : Rasulullah
saw bersabda : ” Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang
mu’min yang paling baik akhlaknya diantara mereka” ( HR. Imam Ahmad )
Hadis ini juga diriwayatkan ole hath-Thahawiy dalam Syarhu Musykil Atsar (11/260), al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (1/128), Sunan al-Kubra (10/192), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (4/356), Abu Dāwud dalam Sunannya (4/354), at-Turmudzi dalam Sunannya (3/466), ad-Dārimiy dalam Sunannya (2/415) dan Ibnu Hibban dalam Shohihnya (2/227). Menurut Syu’aib al-Arnauth dalam Shahih Ibnu Hibban sanad hadis ini hasan, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Silsilah ash-Shohihah . 2/378) dan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini memenuhi standar shahih jadi bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,132).
Jika dilihat dari sudut sejarah,
ternyata salah satu faktor diutusnya Rasulullah saw adalah berkenaan
dengan masalah akhlak, yang ketika itu penduduk (masyarakat) Arab
memiliki perangai (akhlak) yang buruk, bahkan bisa dikatakan bejat tak
bermoral, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حُكَيمٍ عَنْ أَبِي
صَالِحٍ عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ.
“Telah menceritakan kepada kami
Sa’id bin Mansûr berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin
Muhammad dari Muhammad bin ‘Ajlan dari al-Qa’qai bin Hukaim dari Abi
Shālih dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah saw bersadda :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR. Ahmad dan ditashih oleh Baihaqi menurut syarat Muslim).
Kesimpulan
Inti (natijah) dari semua apa
yang telah dipaparkan diatas adalah anjuran untuk selektif dalam memilih
teman bergaul, karena besarnya efek dari pergaulan itu, jika salah
dalam memilih, maka fatal pula akibatnya dan penyesalan tiada gunanya,
oleh karena itu Islam sangat menganjurkan kita untuk selektif dalam
memilih teman, sebisa mungkin pilihlah teman yang banyak memberikan
manfaat dari pada teman yang memberikan madharat (keburukan).
Karena orang yang memiliki sifat buruk dapat mendatangkan bahaya bagi
orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan dari segala
aspek bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum
yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak
orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik
mereka sadari maupun tidak.
Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
- See more at: http://persada.uad.ac.id/jangan-salah-pilih-teman.asp#sthash.Uh3Ts2L7.dpuf
Manusia
adalah makhlus sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri,
tapi dia hidup secara bersama atau bermasyarakat. Mengapa demikian,
karena manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan dan urusanya sendiri,
sehebat dan setangguh apapun manusia, pasti memerlukan uluran bantuan
orang lain, ketika manusia sakit, dia membutuhkan dokter untuk membantu
mengobatinya, ketika manusia ingin belajar, dia membutuhkan seorang
pembimbing (guru) untuk mengajarinya, dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, interaksi (bergaul) sesama manusia sangat diperlukan agar terjalin
hubungan yang harmonis diantara mereka, sekalipun demikian aspek bergaul
yaitu memilih teman benar-benar harus diperhatikan, karena sekali salah
dalam menentukan pillhan, maka akibatnya pun akan fatal.
Islam sebagai agama yang sempurna dan
menyeluruh telah mengatur bagaimana adab-adab serta batasan-batasan
dalam pergaulan. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Dampak buruk akan menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman-teman
yang berprilaku buruk, sebaliknya manfaat yang besar akan didapatkan
dengan bergaul dengan teman yang memiliki perangai baik.
Mengenai dampak pergaulan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ
إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ أَبِي مُوسَى عَنْ
أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ
الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ
يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ
ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Telah menceritakan kepadaku Mūsa
bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, telah
menceritakan kepada kami Abû Burdah bin Abdullah dia berkata : Aku
mendengar Abû Burdah bin Abi Mûsa dari ayahnya ra berkata, Rasulullah
saw bersabda :Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak
wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli
minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya)
mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari )
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya (4/2026), terdapat pula dalam Shahih Ibnu Hibban (2/320) dan terdapat dalam kitab Kanzul amal fî sunan al-Aqwal wa al-Af’al
(9/44). Menurut Su’aib al-Arnauth sanad hadis ini Shahih berdasarkan
kriteria Bukhari dan Muslim, Nashiruddin al-Albani juga mengatakan bahwa
hadis ini tergolong hadis Shahih sehingga bisa dijadikan hujjah (Silsilah al-Ahadis ash-Shohihah 7/26)
Mengenai makna hadis ini, Ibnu Hajar
Al Asqalani mengatakan : “Hadits ini menunjukkan larangan berteman
dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits
ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat
memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bāri 4/324).
Abu Hatim ar-Raziy juga berkomentar , bahwa hadis ini adalah dalil untuk
memilih teman yang baik dalam hal yang berkaitan dengan agama. Menurut
Imam an-Nawawiy Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan
teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap
wara’, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang
yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela
lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227). Dari makna hadis dan komentar
para ulama’ diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam sangat
menganjurkan kita untuk selektif dalam memilih teman bergaul dan lebih
menekankan untuk memilih teman yang memberikan dampak positif dan
manfaat bagi agama maupun dunia.
Perilaku seseorang bisa dilihat dari temannya
Salah satu alat ukur yang bisa digunakan untuk menjast (memastikan) baik dan buruk perilaku seseorang adalah dari teman bergaulnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُورَكٍ رَحِمَهُ اللهُ , ثنا عَبْدُ اللهِ
بْنُ جَعْفَرٍ الْأَصْبَهَانِيُّ , ثنا يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ , ثنا أَبُو
دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ , ثنا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ , أَخْبَرَنِي
مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” الْمَرْءُ عَلَى دِينِ
خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ “
“Telah menceritakan kepada
kami Abu Bakr Muhammad bin Hasan bin Fûrak ra, telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Ja’far al-Asbahaniy, telah menceritakan kepada kami
Yûnus bin Jayyib, telah mencertikan kepada kami Abu Dāwud ath-Thoyalisi,
telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad, telah mengkhabarkan
kepadaku Mûsa bin Wardān dari Abî Hurairah berkata : Rasulullah saw
bersabda “Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. at-Turmudzi)
Hadis ini juga disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (12/44) nomor. 8990. Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad (4/299), terdapat pula dalam Mu’jam Ibnu Asākir (2/241). Imam Turmudzi menilai hadis ini adalah hadis hasan gharib, an-Nawawiy memberikan komentar bahwa sanad hadis ini shahih, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Misykātul Mashabih. 3/87). Menurut Ibnu Taimiyah hadis ini tergolong hadis hasan sehingga bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,55).
Sabda Rasulullah saw di atas memperkuat anjuran pentingnya menentukan
teman bergaul Oleh karena selektif dalam memilih teman sangat dibutuhkan
dalam hal ini agar hal-hal yang tidak diinginkan dan penyesalan di masa
depan tidak akan terjadi. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt :
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ
عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً لَقَدْ
أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِلْإِنسَانِ خَذُولاً
“ Dan ingatlah ketika orang-orang
zalim menggigit kedua tanganya seraya berkata : “Aduhai kiranya aku dulu
mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu
aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al Qur’an sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku.
Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (Al Furqan:27-29)
Ayat ini menjadi gambaran dan renungan
yang jelas bagi diri kita, betapa tidak bergunanya penyesalan di
akhirat, hanya karena salah dalam memilih teman bergaul.
Akhlak yang mulia adalah ukuran keimanan
Ketika kita hendak memilih seseorang
menjadi teman kita, secara umum, kita harus memilih teman yang
benar-benar memberikan manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat –
sebagaimana perkataan Ibnu Hajr dan an-Nawawiy- , terlepas dari keumuman
hal tersebut ada kriteria penting (urgen) yang harus dimiliki
teman tersebut, yaitu akhlak yang terpuji (mulia) karena akhak adalah
cerminan dan tolak ukur keimanan seseorang, secara dhahir (eksplisit)
keimanan seseorang dapat dilihat dari akhlak (tabi’at)nya dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Rasulullah
saw menegaskan hal ini dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-: « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا ».
Telah menceritakan kepada kami
Ahmad bin Hambal, telah menceritakan kepada kami yahya bin Sa’id dari
Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari abu Hurairah berkata : Rasulullah
saw bersabda : ” Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang
mu’min yang paling baik akhlaknya diantara mereka” ( HR. Imam Ahmad )
Hadis ini juga diriwayatkan ole hath-Thahawiy dalam Syarhu Musykil Atsar (11/260), al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (1/128), Sunan al-Kubra (10/192), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (4/356), Abu Dāwud dalam Sunannya (4/354), at-Turmudzi dalam Sunannya (3/466), ad-Dārimiy dalam Sunannya (2/415) dan Ibnu Hibban dalam Shohihnya (2/227). Menurut Syu’aib al-Arnauth dalam Shahih Ibnu Hibban sanad hadis ini hasan, Nashiruddin al-Albani menshahihkan hadis ini (Silsilah ash-Shohihah . 2/378) dan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini memenuhi standar shahih jadi bisa dijadikan hujjah (al-Imān li Ibni Taimiyah. Hlm,132).
Jika dilihat dari sudut sejarah,
ternyata salah satu faktor diutusnya Rasulullah saw adalah berkenaan
dengan masalah akhlak, yang ketika itu penduduk (masyarakat) Arab
memiliki perangai (akhlak) yang buruk, bahkan bisa dikatakan bejat tak
bermoral, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حُكَيمٍ عَنْ أَبِي
صَالِحٍ عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ.
“Telah menceritakan kepada kami
Sa’id bin Mansûr berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin
Muhammad dari Muhammad bin ‘Ajlan dari al-Qa’qai bin Hukaim dari Abi
Shālih dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah saw bersadda :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR. Ahmad dan ditashih oleh Baihaqi menurut syarat Muslim).
Kesimpulan
Inti (natijah) dari semua apa
yang telah dipaparkan diatas adalah anjuran untuk selektif dalam memilih
teman bergaul, karena besarnya efek dari pergaulan itu, jika salah
dalam memilih, maka fatal pula akibatnya dan penyesalan tiada gunanya,
oleh karena itu Islam sangat menganjurkan kita untuk selektif dalam
memilih teman, sebisa mungkin pilihlah teman yang banyak memberikan
manfaat dari pada teman yang memberikan madharat (keburukan).
Karena orang yang memiliki sifat buruk dapat mendatangkan bahaya bagi
orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan dari segala
aspek bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum
yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak
orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik
mereka sadari maupun tidak.
Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
- See more at: http://persada.uad.ac.id/jangan-salah-pilih-teman.asp#sthash.Uh3Ts2L7.dpuf
0 komentar:
Posting Komentar